Sebelum |
Sesudah |
Jangan Pasang Kawat Gigi Sembarangan
Pemasangan bracket pada gigi atau yang lebih dikenal dengan kawat gigi alias behel adalah sebuah cara yang saat ini lazim dipakai untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak rapih. Tapi tidak banyak orang yang tahu apalagi sadar bahwa penggunaan kawat gigi tidak hanya berhubungan dengan asal gigi rapih (estetika). Lebih dari sekadar rapih, penggunaan kawat gigi juga dimaksudkan untuk memperbaiki posisi gigi dalam fungsi pengunyahan makanan, memperbaiki penampilan wajah dan juga memperbaiki masalah lingual (seperti kesulitan dalam pengucapan huruf ‘s’)
Gambar
di atas adalah contoh foto gigi pasien sebelum dan sesudah perawatan
orthodonti. Tanda panah merah menunjukkan gigi yang harus dicabut.
(properti: drg. Vera Susanti Z, Sp.Ort).
Maraknya
tren penggunaan kawat gigi dan ditambah oleh ketidaktahuan masyarakat
awam membuat banyak orang ‘berani’ mempertaruhkan aset tubuh yang tak
tergantikan itu dengan mempercayakan pemasangan behel pada sembarang
orang(ingat, gigi orang dewasa yang telah tanggal atau rusak tidak akan
tergantikan oleh gigi baru). Tren pemakaian behel yang dikaitkan juga
dengan gaya hidup dan fashion membuat banyak orang nekat memakai walau
sebenarnya tidak memerlukannya. Lebih gawat lagi, sebagian di antara
mereka malah nekat memasang di tempat yang asal murah yang penting gaya!
Pada saat ini, pemasangan kawat gigi boleh dibilang sebagai bisnis yang menggiurkan. Pemasangan kawat gigi yang seharusnya hanya dilakukan
oleh dokter gigi spesialis orthodonti (drg. Sp.Ort) pada kenyataannya
dikerjakan juga oleh dokter gigi spesialis lainnya, atau malah oleh
seorang dokter gigi non spesialis (general practitioner).
Lebih edan lagi, mereka yang bukan dokter gigi pun nekat buka ‘praktek’
di pinggir jalan dengan label Ahli Gigi. Terima pasang kawat gigi.
Gigi Yang Baik
Dalam
kacamata yang sederhana kita bisa anggap bahwa gigi yang baik adalah
gigi yang bersih, tidak bolong, tidak ada yang ompong, serta menjalankan
tugasnya dengan sempurna.
Bagaimana
tuh gigi yang sempurna menjalankan tugasnya? Tugas utama gigi untuk
menggigit dan mengunyah makanan bukan? Cara termudah untuk memeriksanya
adalah coba katupkan gigi rapat-rapat pada posisi yang paling nyaman
(ngga dibuat-buat dengan menggeser rahang ke arah tertentu. just relax.).
Perhatikan gigitan gigi mulai dari geraham atas bertemu geraham bawah
secara sempurna untuk mengunyah, taring atas berpasangan dengan taring
bawah untuk mengoyak, gigi seri atas bertemu dengan gigi seri bawah
untuk menggigit. Normalnya rahang bawah akan sedikit lebih mundur
dibanding rahang atas.
Pada
kasus rahang bawah lebih maju dibanding rahang atas, orang awam sering
menyebutnya sebagai cakil, atau cameuh, dan sejenisnya. Sebaliknya, bisa
saja yang terjadi ternyata adalah rahang atas terlalu maju dibanding
rahang bawah, sehingga gigi seri atas tidak bisa bertemu dengan gigi
seri bawah, alias protusif. Pada kasus cakil dan protusif, sudah tidak
bisa ditawar-tawar lagi bahwa yang mengerjakan haruslah dokter gigi
dengan spesialisasi orthodonti alias orthodontist.
Prosedur Pemasangan Kawat Gigi yang Benar
Dari
pengalaman yang sudah-sudah, sekali ini saya baru merasa bahwa
pemasangan kawat gigi mengikuti sebuah proses yang secara teknis bisa
diterima. Dulu ketika terjadi kesepakatan harga antara calon pasien dan
dokternya, langsung saja diputuskan untuk pasang. Langsung pasang
cetakan gigi, lalu melihat sekilas apakah ada gigi yang perlu dicabut
atau tidak. Paling lambat 2 minggu kemudian gigi kita sudah bergaya
dengan bracket melintang.
Pada
prosesi pemasangan kawat gigi yang dilakukan oleh seorang orthodontist,
proses diawali dengan pemeriksaan secara visual. Struktur gigi sang
pasien dilihat dengan mata telanjang, untuk menentukan apakah penggunaan
bracket memang disarankan atau tidak. Jika ya, jenis bracket seperti
apa yang sesuai dengan kasus gigi pasien.
Proses
selanjutnya pasien harus melakukan foto rontgen gigi, untuk melihat
struktur gigi di dalam gusi. Pada beberapa kasus foto rontgen ini juga
berguna untuk menemukan gigi yang tersembunyi (gagal keluar) karena
berbagai sebab. Keberadaan benda keras (gigi) di antara akar-akar gigi
yang lain tentunya akan menjadi penghambat gerak gigi yang lain. Lebih
celaka lagi, bisa saja keberadaan gigi yang terpendam itu bisa
menimbulkan akibat-akibat lain, termasuk yang terkait dengan kesehatan
tubuh.
Jika
ternyata terindikasi ada gigi yang seperti itu, seorang orthodontist
akan meminta bantuan dokter gigi spesialis bedah mulut untuk melakukan
operasi guna mengeluarkan gigi itu. Tergantung juga dengan tingkat
masalah yang dihadapi, sebisa mungkin gigi yang dikeluarkan dengan cara
memasang bracket dan ditarik perlahan-lahan selama proses perawatan
kawat gigi. Jika kondisinya ekstrim, gigi tersebut akan dicoba untuk
dikeluarkan langsung, lalu dipasang kembali pada gusi dengan posisi yang
benar. Jika tidak memungkinkan, barulah pasien harus “say goodbye” ke
gigi tersebut. Sepanjang yang saya ketahui dalam 2 tahun terakhir ini
saja istri saya sudah pernah menemukan beberapa kasus yang seperti ini.
Jadi hal seperti ini ngga aneh-aneh amat. Pada beberapa orang ternyata
memang tidak semua gigi dewasanya tumbuh sempurna. Jadi, jika ternyata
Anda memasang kawat gigi pada orang yang tidak meminta foto rontgen
terlebih dahulu, sudah bisa dipastikan dia ngawur!
Selain
foto rontgen, pasien juga harus difoto menggunakan kamera biasa.
Orthodontist memerlukan foto pasien dalam beberapa pose; tampak depan
diam, tampak samping diam, tampak depan senyum lebar, tampak samping
senyum lebar. Selain itu dibutuhkan juga foto gigi pada rahang bawah
saja, foto gigi pada rahang atas saja, foto gigi penuh dalam posisi
menggigit sempurna. Foto-foto ini tidak hanya digunakan sebagai
dokumentasi dan pembanding ketika proses perawatan sudah selesai, tetapi
juga digunakan sebagai referensi untuk ‘melihat’ apakah ada kesalahan
struktural pada bentuk wajah yang diakibatkan oleh susunan gigi pasien,
misalnya wajah tidak simetris, atau monyong. Jika pada waktu memasang
kawat gigi Anda tidak difoto dengan pose-pose tersebut, lagi-lagi itu
artinya Anda salah kamar!
Ingat,
salah satu hasil akhir yang harus dicapai dari perawatan orthodonti
adalah membuat gigi bisa menjalankan fungsi kunyah dengan baik dan
benar. Secara sederhana boleh diterjemahkan bahwa hasil akhir perawatan
antara gigi-gigi di rahang atas haruslah bisa menggigit sempurna dengan
gigi-gigi di rahang bawah. Artinya, tidak mungkin perawatan hanya pada
gigi atas saja buat gaya-gayaan! Jika orang yang memasangkan kawat gigi
hanya pada atas saja, banyak-banyaklah berdoa, karena itu sudah jelas si
pemasang saja tidak paham fungsi perawatan.. hanya mengejar order
Variasi Harga
Salah
satu alasan kenapa ada banyak orang yang nekat pasang kawat gigi di
pinggir jalan adalah karena harga yang lebih murah. Seringkali faktor
harga murah ini hanya dicerna sebagai akibat lokasi tempat praktek
tukang gigi yang hanya di kios alakadarnya, dibanding dengan tempat
praktek dokter gigi yang lebih ‘mentereng’. Pada alternatif lain, bisa
saja yang diadu adalah sesama dokter gigi. Pasang di dokter gigi
spesialis orthodonti lebih mahal dibanding pasang di dokter gigi biasa.
Dari
kacamata awam saya cuma bisa ajak mencerna hal sesederhana mungkin.
Harga sepeda motor saja bervariasi. Motor buatan Jepang acapkali kalah
bersaing dengan Motor buatan Cina jika dilihat dari faktor harga. Jika
cuma karena harga dan asal punya motor, bisa dipastikan motor cina-lah
yang dipilih. Tapi coba lihat, ada banyak orang yang mengerti bagaimana
kualitas dari motor cina, akan tetap bertahan untuk menabung dan
mengupayakan minimal motor Jepang lah yang harus mereka beli, bukan
motor cina. Artinya, jika orang sudah paham soal kualitas, harga motor
Jepang yang lebih mahal ngga ada masalah. Di lain sisi, ternyata motor
Jepang juga kalah jika kualitas jika diadu dengan motor buatan Eropa,
BMW misalnya. Singkat kata, seperti halnya membicarakan sepeda motor
secara generik, begitu pula ketika kita bicara kawat gigi. Ada
macam-macam kelas dan harga. Inilah titik awal lain yang harus diketahui
oleh calon pengguna. Ada buatan Amerika, banyak pula yang made in China!
Sebagai
ilustrasi tambahan, anggap saja hanya ada 2 pilihan barang untuk kawat
gigi, A dan B, yang akan digunakan untuk merapihkan gigi seorang pasien
dengan kasus yang sulit. Kawat yang A lebih murah di harga awal, misal X
rupiah. Harus kontrol 3 minggu sekali. Perawatan bisa lebih dari 3
tahun. Sedangkan kawat B harganya ternyata 2x lipat dari A, jadi 2X
rupiah. Harus kontrol 6 minggu sekali. Perawatan bisa diharapkan setahun
selesai. Silahkan saja berhitung berapa biaya kontrol dan waktu yang
bisa dihemat dengan menggunakan kawat yang B. Ini sekedar ilustrasi
sederhana. Jangan lupa pepatah “ada harga ada kualitas” dan “harga ngga
pernah bohong”.
Awas Celaka
Secara
mekanika, penggunakan kawat gigi pasti akan dapat menggeser susunan
gigi yang ada sekarang. Gigi geligi yang ada akan dipaksa mengikuti
lengkungan kurva kawat gigi yang tentunya berbentuk ideal. Masalahnya,
apakah si pemasang memiliki cukup ilmu terkait (termasuk mekanika) untuk
menentukan arah pergeseran yang benar dan pas.
Pada
pemasangan kawat gigi yang dilakukan oleh orang yang telah cukup
ilmunya, susunan gigi bisa dibuat rapih tidak hanya karena susunannya
pada arah bersebelahan, tapi juga tinggi rendahnya gigi yang satu dengan
lainnya. Kesalahan arah gerak bracket misalnya bisa saja membuat gigi
seri Anda tidak sama tinggi rendah-nya! Sebuah kasus tragis yang pernah
dijumpai pada seorang pasien yang ingin pasang ulang kawat gigi adalah
kenyataan bahwa ternyata giginya pernah ‘dipaksa’ rata tingginya dengan
cara dikikir! Percaya atau tidak, konon dia sebelumnya memasang kawat
gigi pada seorang dokter gigi (yang pasti bukan Sp.Ort… karena tidak
mungkin hal seperti itu dilakukan oleh orthodontist). Dengan kegilaan
semacam itu, sebenarnya lebih meyakinkan kalau dia mengaku bahwa yang
pasang adalah ahli gigi di pinggir jalan.
Kembali
lagi ke soal perlu tidaknya ada gigi yang dicabut dalam proses
perawatan orthodonti. Jika memang dari pemeriksaan visual terlihat tidak
ada ruang gerak tersisa untuk merapihkan susunan gigi, memang seorang
ahli orthodonti akan melakukan proses ekstraksi (bahasa kerennya untuk
pencabutan gigi). Kodratnya, yang akan dicabut adalah gigi geraham kecil
yang terdepan. Hasil akhir yang diharapkan dari perawatan orthodonti
tidak hanya asal terlihat rapih, tapi juga gigi berfungsi secara
sempurna untuk mengunyah makanan. Jangan lupa, gigi juga harus simetris.
Pada prakteknya tidak selalu pula gigi harus dicabut di kedua sisi,
kanan dan kiri. Untuk kasus tertentu dengan lengkung gigi asimetris
perlu dilakukan pencabutan gigi hanya pada satu sisi. Yang penting hasil
akhirnya nanti gigi harus jadi simetris. Kadangkala ada pasien ‘bandel’
yang menolak untuk dicabut giginya, padahal orthodontist menyatakan
bahwa ada giginya yang harus dicabut. Untuk yang ‘bandel’ seperti ini ya
siap-siap saja giginya ngga akan benar-benar ‘beres’. Kembali ke gambar
di atas, pada contoh kasus gigi dalam gambar tersebut sangat mungkin
non-orthodontist akan mencabut gigi lain (bukan yang ditunjuk oleh tanda
panah merah) untuk mempermudah pekerjaan yang mereka lakukan. Padahal
gigi yang mungkin dicabut tersebut adalah gigi seri atau gigi taring!
Cerita
soal perlu tidaknya pencabutan gigi ini, ada sebuah kasus menarik.
Mungkin karena tingkat kesulitan kasus gigi yang dimiliki oleh pasien,
atau karena mau ambil mudahnya saja, ada seorang pasien yang dicabut
gigi taringnya!!! Sengaja saya kasih tanda seru tiga.. Fungsi gigi
taring adalah fungsi yang tak tergantikan. Gigi taring digunakan untuk
mengoyak makanan. Jadi kalau gigi taring dicabut, tentu pasien akan
mengalami masalah waktu makan. Minimal waktu harus mengoyak makanan dia
hanya bisa menggunakan sebelah gigi taring yang masih lengkap (di
sebelah kiri saja atau sebelah kanan saja). Celakanya, setelah susunan
gigi dianggap rapih, orang yang melakukan perawatan gigi pasien ini
melakukan aksi ‘sulap’ dengan mengikir gigi geraham kecil bagian depan
untuk menggantikan gigi taring! Prosedur semacam itu tidak akan pernah
terjadi jika yang melakukan adalah orang yang mengerti fungsi
masing-masing gigi dan mengerti apa yang harus dilakukan dalam proses
perawatan orthodonti yang benar. “Perawatan gigi yang salah bisa
menyebabkan fungsi gigi rusak dan masalah itu biasanya baru bisa
dirasakan setelah sekian lama memakai kawat gigi”, ujar Prof. Dr. Eky
Soeria Soemantri, Sp.Ort, dokter ahli orthodonti dan dosen di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung.
Kesimpulan
Penggunaan kawat gigi ngga hanya sekedar soal fashion atau
gaya-gayaan… Ngga juga sekedar asal rapih. Rapih saja tidak cukup. Gigi
harus bisa berfungsi untuk mengunyah dengan sempurna. Gigi atas harus
bertemu dan menggigit dengan baik bersama gigi bawah. Kelainan pada
gigitan (istilah kerennya maloklusi) bisa diakibatkan karena susunan
gigi yang berantakan, atau karena kesalahan bentuk rahang, atau
kombinasi keduanya.
Perawatan
orthodonti tidak hanya sekedar membuat gigi asal rapih demi estetika,
tapi juga harus dapat memperbaiki fungsi kunyah. Perawatan yang
dilakukan oleh orang yang benar-benar memahami ilmu orthodonti dapat
memperbaiki kesalahan bentuk/posisi rahang. Perbaikan dari susunan gigi
dan rahang juga akan mempengaruhi bentuk wajah secara keseluruhan. Tanpa
ilmu yang benar, bisa saja dokter gigi atau tukang gigi malah membuat
wajah Anda menjadi aneh! Mereka yang tidak mengerti ilmu orthodonti
(atau hanya mengetahui sepotong-sepotong) paling top hanya akan dapat
membuat gigi pasien terlihat rapih, tapi belum tentu pas posisinya untuk
menggigit antara gigi atas dan gigi bawah. Lebih celaka lagi, bisa
membuat wajah pasien berubah ke arah yang tidak diharapkan (kalau ngga
mau disebut malah jadi makin jelek..).
Seseorang
yang telah berpredikat dokter gigi dan ingin melanjutkan pendidikan
menjadi dokter gigi spesialis orthodonti akan menghabiskan waktu
sedikitnya 3 (tiga) tahun untuk belajar mengenai ilmu orthodonti saja.
Sedangkan mereka yang tidak mengenyam pendidikan spesialis orthodonti
hanya berkesempatan mengenal ilmu orthodonti sekilas waktu kuliah. Itu
pun perlu dicatat bahwa mereka hanya mempelajari penggunaan alat
orthodonti lepasan, tidak diajarkan mengenai perawatan orthodonti
menggunakan alat orthodonti cekat alias behel.
Seorang
tukang gigi (istilahnya techneker) di pinggir jalan yang sama sekali
tidak pernah mendapatkan pendidikan formal sebagai seorang dokter gigi.
Bayangkan saja, seseorang yang lulus pendidikan sarjana pada Fakultas
Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi saja tidak langsung berpredikat
sebagai dokter atau dokter gigi. Mereka harus melewati fase untuk
mendapatkan status profesi tersebut. Nah, apa pun alasannya, walau
katanya si tukang gigi sudah pernah belajar tentang kawat gigi dan
sebagainya, tetap saja dia tidak berhak secara keilmuan dan profesi
untuk berpraktek sebagai orthodontist. Hal serupa juga untuk dokter gigi
yang tidak mendalami orthodonti pada program pendidikan dokter gigi
spesialis orthodonti.
Nah
selanjutnya tinggal dicerna oleh calon pengguna bracket, pasang kawat
gigi dengan dokter gigi non spesialis orthodonti saja sangat tidak
dianjurkan, bagaimana dengan praktek “ahli gigi” yang sekarang marak.
Sebagian masyarakat yang ngga tahu menahu soal perawatan orthodonti
dengan baik banyak yang menganggap remeh masalah ini. Penggunaan
alat-alat kedokteran gigi yang tidak memenuhi standar kesehatan tentunya
akan berbahaya bagi kesehatan pasien.
Asal
tahu saja, dokter gigi beresiko tertular penyakit dari pasiennya,
setidaknya bisa melalui air liur atau darah yang keluar dari gusi
pasien. Untuk meminimalisir resiko tersebut dokter gigi wajib
menggunakan sarung tangan. Sarung tangan ini hanya boleh digunakan
sekali untuk 1 pasien. Artinya, tiap ganti pasien dokter harus ganti
sarung tangan. Tujuannya agar jangan sampai virus yang mungkin dibawa
oleh pasien sebelumnya tertular ke pasien berikutnya gara-gara si dokter
tidak ganti sarung tangan. Begitu juga dengan alat-alat kedokteran gigi
yang dipakai. Semua harus disterilisasi menggunakan alat sterilisasi
khusus, sebelum boleh dipakai pada pasien lain. Nah, dari hal yang
sepertinya kecil ini saja silahkan dibayangkan apa yang akan terjadi
jika peralatan orthodonti yang digunakan oleh tukang gigi tanpa proses
sterilisasi tiap kali ganti pasien? Alat-alat tersebut dicuci di air
yang mengalir setiap kali ganti pasien saja sudah bagus. Walau jelas itu
saja tidak cukup. Soal sarung tangan, jangan harap tukang gigi pakai.
Kalau pun pakai, sangat mungkin satu sarung tangan dipakai berpuluh
kali. Kenapa? Bayangkan saja jika sekali perawatan kawat gigi di tukang
gigi pasien hanya diminta bayar RP 30.000, komponen sarung tangan saja
sudah ‘memotong’ budget sebesar Rp 5.000! Hitungan ekonomisnya ngga
masuk Baru
dari sudut pandang kemungkinan terpapar penyakit (termasuk HIV/AIDS
lho!!) resiko yang dihadapi oleh pasien tukang gigi saja sudah berat.
Apalagi ditinjau dari berbagai resiko kesalahan prosedur pemasangan dan
perawatan orthodonti yang dilakukan tanpa pengetahuan memadai.
nice info.. saya baru saja pasang behel, dan sepertinya saya sudah benar dalam memilih dokter gigi krn sudah sesuai dgn prosedur2 diatas.. walaupun emang harganya mahall.
BalasHapusBu dokter, bagaimana dg gigi gingsul?
BalasHapusSaya request artikel ttg gigi gingsul dong bu hehe terimakasih
Setuju Dok, jangan pasang behel sembarangan :))
BalasHapusNice :)